Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin adl Dlahhak
Kunyah beliau: Abu ‘Isa
Nasab beliau:
As Sulami; yaitu nisbah kepada satu kabilah yang yang di
jadikan sebagai afiliasi beliau, dan nisbah ini merupakan nisbah kearaban
At Tirmidzi; nisbah kepada negri tempat beliau di lahirkan
(Tirmidz), yaitu satu kota yang terletak di arah selatan dari sungai Jaihun,
bagian selatan Iran.
Tanggal lahir:
Para pakar sejarah tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau
secara pasti, akan tetapi sebagian yang lain memperkirakan bahwa kelahiran
beliau pada tahun 209 hijriah. Sedang Adz Dzahabi berpendapat dalam kisaran
tahun 210 hijriah.
Ada satu berita yang mengatakan bahwa imam At Tirmidzi di
lahirkan dalam keadaan buta, padahal berita yang akurat adalah, bahwa beliau
mengalami kebutaan di masa tua, setelah mengadakan lawatan ilmiah dan penulisan
beliau terhadap ilmu yang beliau miliki.
Beliau tumbuh di daerah Tirmidz, mendengar ilmu di daerah
ini sebelum memulai rihlah ilmiah beliau. Dan beliau pernah menceritakan bahwa
kakeknya adalah orang marwa, kemudian berpindah dari Marwa menuju ke tirmidz,
dengan ini menunjukkan bahwa beliau lahir di Tirmidzi.
Aktifitas beliau dalam menimba ilmu
Berbagai literatur-literatur yang ada tidak menyebutkan
dengan pasti kapan imam Tirmidzi memulai mencari ilmu, akan tetapi yang
tersirat ketika kita memperhatikan biografi beliau, bahwa beliau memulai
aktifitas mencari ilmunya setelah menginjak usia dua puluh tahun.
Maka dengan demikian, beliau kehilangan kesempatan untuk
mendengar hadits dari sejumlah tokoh-tokoh ulama hadits yang kenamaan, meski
tahun periode beliau memungkinkan untuk mendengar hadits dari mereka, tetapi
beliau mendengar hadits mereka melalui perantara orang lain. Yang nampak adalah
bahwa beliau memulai rihlah pada tahun 234 hijriah.
Beliau memiliki kelebihan; hafalan yang begitu kuat dan otak
encer yang cepat menangkap pelajaran. Sebagai permisalan yang dapat
menggambarkan kecerdasan dan kekuatan hafalan beliau adalah, satu kisah
perjalan beliau meuju Makkah, yaitu;
“Pada saat aku dalam perjalanan menuju Makkah, ketika itu
aku telah menulis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang
syaikh. Kebetulan Syaikh tersebut berpapasan dengan kami. Maka aku bertanya
kepadanya, dan saat itu aku mengira bahwa “dua jilid kitab” yang aku tulis itu
bersamaku. Tetapi yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid
lain yang masih putih bersih belum ada tulisannya. aku memohon kepadanya untuk
menperdengarkan hadits kepadaku, dan ia mengabulkan permohonanku itu. Kemudian
ia membacakan hadits dari lafazhnya kepadaku. Di sela-sela pembacaan itu ia
melihat kepadaku dan melihat bahwa kertas yang kupegang putih bersih. Maka dia
menegurku: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ maka aku pun memberitahukan
kepadanya perkaraku, dan aku berkata; “aku telah mengahafal semuanya.” Maka
syaikh tersebut berkata; ‘bacalah!’. Maka aku pun membacakan kepadanya
seluruhnya, tetapi dia tidak mempercayaiku, maka dia bertanya: ‘Apakah telah
engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian aku
meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan
empat puluh buah hadits, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’
Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai tanpa salah satu huruf pun.”
Rihlah beliau
Imam At Tirmidzi keluar dari negrinya menuju ke Khurasan,
Iraq dan Haramain dalam rangka menuntut ilmu. Di sana beliau mendengar ilmu
dari kalangan ulama yang beliau temui, sehingga dapat mengumpulkan hadits dan
memahaminya. Akan tetapi sangat di sayangkan beliau tidak masuk ke daerah Syam
dan Mesir, sehingga hadits-hadits yang beliau riwayatkan dari ulama kalangan
Syam dan Mesir harus melalui perantara, kalau sekiranya beliau mengadakan
perjalanan ke Syam dan Mesir, niscaya beliau akan mendengar langsung dari
ulama-ulama tersebut, seperti Hisyam bin ‘Ammar dan semisalnya.
Para pakar sejarah berbeda pendapat tentang masuknya imam At
Tirmidzi ke daerah Baghdad, sehingga mereka berkata; “kalau sekiranya dia masuk
ke Baghdad, niscaya dia akan mendengar dari Ahmad bin Hanbal. Al Khathib tidak
menyebutkan at Timidzi (masuk ke Baghdad) di dalam tarikhnya, sedangkan Ibnu
Nuqthah dan yang lainnya menyebutkan bahwa beliau masuk ke Baghdad. Ibnu
Nuqthah menyebutkan bahwasanya beliau pernah mendengar di Baghdad dari beberapa
ulama, diantaranya adalah; Al Hasan bin AshShabbah, Ahmad bin Mani’ dan
Muhammad bin Ishaq Ash shaghani.
Dengan ini bisa di prediksi bahwa beliau masuk ke Baghdad
setelah meninggalnya Imam Ahmad bin Hanbal, dan ulama-ulama yang di sebutkan
oleh Ibnu Nuqthah meninggal setelah imam Ahmad. Sedangkan pendapat Al Khathib
yang tidak menyebutkannya, itu tidak berarti bahwa beliau tidak pernah memasuki
kota Baghdad sama sekali, sebab banyak sekali dari kalangan ulama yang tidak di
sebutkan Al Khathib di dalam tarikhnya, padahal mereka memasuki Baghdad.
Setelah pengembaraannya, imam At Tirmidzi kembali ke negrinya,
kemudian beliau masuk Bukhara dan Naisapur, dan beliau tinggal di Bukhara
beberapa saat.
Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah;
Khurasan
Bashrah
Kufah
Wasith
Baghdad
Makkah
Madinah
Ar Ray
Guru-guru beliau
Imam at Tirmidzi menuntut ilmu dan meriwayatkan hadits dari
ulama-ulama kenamaan. Di antara mereka adalah
Qutaibah bin Sa’id
Ishaq bin Rahuyah
Muhammad bin ‘Amru As Sawwaq al Balkhi
Mahmud bin Ghailan
Isma’il bin Musa al Fazari
Ahmad bin Mani’
Abu Mush’ab Az Zuhri
Basyr bin Mu’adz al Aqadi
Al Hasan bin Ahmad bin Abi Syu’aib
Abi ‘Ammar Al Husain bin Harits
Abdullah bin Mu’awiyyah al Jumahi
‘Abdul Jabbar bin al ‘Ala`
Abu Kuraib
‘Ali bin Hujr
‘Ali bin sa’id bin Masruq al Kindi
‘Amru bin ‘Ali al Fallas
‘Imran bin Musa al Qazzaz
Muhammad bin aban al Mustamli
Muhammad bin Humaid Ar Razi
Muhammad bin ‘Abdul A’la
Muhammad bin Rafi’
Imam Bukhari
Imam Muslim
Abu Dawud
Muhammad bin Yahya al ‘Adani
Hannad bin as Sari
Yahya bin Aktsum
Yahya bun Hubaib
Muhammad bin ‘Abdul Malik bin Abi Asy Syawarib
Suwaid bin Nashr al Marwazi
Ishaq bin Musa Al Khathami
Harun al Hammal.
Dan yang lainnya
Murid-murid beliau
Kumpulan hadits dan ilmu-ilmu yang di miliki imam Tirmidzi
banyak yang meriwayatkan, diantaranya adalah;
Abu Bakr Ahmad bin Isma’il As Samarqandi
Abu Hamid Abdullah bin Daud Al Marwazi
Ahmad bin ‘Ali bin Hasnuyah al Muqri`
Ahmad bin Yusuf An Nasafi
Ahmad bin Hamduyah an Nasafi
Al Husain bin Yusuf Al Farabri
Hammad bin Syair Al Warraq
Daud bin Nashr bin Suhail Al Bazdawi
Ar Rabi’ bin Hayyan Al Bahili
Abdullah bin Nashr saudara Al Bazdawi
‘Abd bin Muhammad bin Mahmud An Safi
‘Ali bin ‘Umar bin Kultsum as Samarqandi
Al Fadhl bin ‘Ammar Ash Sharram
Abu al ‘Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub
Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad An Nasafi
Abu Ja’far Muhammad bin sufyan bin An Nadlr An Nasafi al
Amin
Muhammad bin Muhammad bin Yahya Al Harawi al Qirab
Muhammad bin Mahmud bin ‘Ambar An Nasafi
Muhammad bin Makki bin Nuh An Nasafai
Musbih bin Abi Musa Al Kajiri
Makhul bin al Fadhl An Nasafi
Makki bin Nuh
Nashr bin Muhammad biA Sabrah
Al Haitsam bin Kulaib
Dan yang lainnya.
Persaksian para ulama terhadap beliau
Persaksian para ulama terhadap keilmuan dan kecerdasan imam
Tirmidzi sangatlah banyak, diantaranya adalah;
Imam Bukhari berkata kepada imam At Tirmidzi; “ilmu yang aku
ambil manfaatnya darimu itu lebih banyak ketimbang ilmu yang engkau ambil
manfaatnya dariku.”
Al Hafiz ‘Umar bin ‘Alak menuturkan; “Bukhari meninggal, dan
dia tidak meninggalkan di Khurasan orang yang seperti Abu ‘Isa dalam hal ilmu,
hafalan, wara’ dan zuhud.”
Ibnu Hibban menuturkan; “Abu ‘Isa adalah sosok ulama yang
mengumpulkan hadits, membukukan, menghafal dan mengadakan diskusi dalam hal
hadits.”
Abu Ya’la al Khalili menuturkan; “Muhammad bin ‘Isa at
Tirmidzi adalah seorang yang tsiqah menurut kesepatan para ulama, terkenal
dengan amanah dandan keilmuannya.”
Abu Sa’d al Idrisi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah
seorang imam yang di ikuti dalam hal ilmu hadits, beliau telah menyusun kitab
al jami’, tarikh dan ‘ilal dengan cara yang menunjukkan bahwa dirinya adalah
seorang alim yang kapabel. Beliau adalah seorang ulama yang menjadi contoh dalam
hal hafalan.”
Al Mubarak bin al Atsram menuturkan; “Imam Tirmidzi
merupakan salah seorang imam hafizh dan tokoh.”
Al Hafizh al Mizzi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah salah
seorang imam yang menonjol, dan termasuk orang yang Allah jadikan kaum muslimin
mengambil manfaat darinya.
Adz Dzahabi menuturkan; “Imam Tirmidzi adalah seorang
hafizh, alim, imam yang kapabel
Ibnu Katsir menuturkan: “Imam Tirmidzi adalah salah seorang
imam dalam bidangnya pada zaman beliau.”
Keteledoran Ibnu Hazm;
Dalam hal ini Ibnu Hazm melakukan kesalahan yang sangat
fatal, sebab dia mengira bahwa At Tirmidzi adalah seorang yang tidak dikenal,
maka serta merta para ulama membantah setatemennya ini, mereka berkata; “Ibnu
Hazm telah menghukumi dirinya sendiri dengan keminimannya dalam hal penelaahan,
sebenarnya kapabalitas Imam Tirmidzi tidak terpengaruh sekali dengan statemen
Ibnu Hazm tersebut, bahkan kapabilitas Ibnu Hazm sendiri yang menjadi tercoreng
karena dia tidak mengenali seorang imam yang telah tersebar kemampuannya. Dan ini
bukan pertama kali kesalahan yang dia lakukan, sebab banyak dari kalangan ulama
hafizh lagi tsiqah yang terkenal yang tidak dia ketahui.”
Semua ini kami paparkan dengan tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan pengakuan kami terhadap keutamaan dan keilmuannya, akan tetapi agar tidak terpedaya dengan statemen-statemen yang nyeleneh darinya.
Semua ini kami paparkan dengan tidak sedikitpun mengurangi rasa hormat dan pengakuan kami terhadap keutamaan dan keilmuannya, akan tetapi agar tidak terpedaya dengan statemen-statemen yang nyeleneh darinya.
Hasil karya beliau
Imam Tirmizi menitipkan ilmunya di dalam hasil karya beliau,
diantara buku-buku beliau ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak
sampai. Di antara hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah:
Kitab Al Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at Tirmidzi.
Kitab Al ‘Ilal
Kitab Asy Syama’il an Nabawiyyah.
Kitab Tasmiyyatu ashhabi rasulillah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Adapun karangan beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
Kitab At-Tarikh.
Kitab Az Zuhd.
Kitab Al Asma’ wa al kuna.
Wafatnya beliau:
Di akhir kehidupannya, imam at Tirmidzi mengalami kebutaan,
beberapa tahun beliau hidup sebagai tuna netra, setelah itu imam atTirmidzi
meninggal dunia. Beliau wafat di Tirmidz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H
bertepatan dengan 8 Oktober 892, dalam usia beliau pada saat itu 70 tahun.
No comments:
Post a Comment