Pembukaan
واصبر وما صبرك إلّا بالله
dakwatuna.com - Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah……………
Kalam ilahi di atas dari surat An Nahl Ayat 127 juz 14 merupakan ayat yang agung, karena di dalamnya tersirat pesan mendalam, walaupun sebenarnya ayat ini ditujukan kepada Rasulullah, paling tidak kita sebagai umatnya bisa mengambil pelajaran dari beliau sebagai suri teladan sepanjang masa.
Betapa Allah menguatkan Rasulullah karena ulah kaumnya yang senantiasa mengganggu kehidupan dan dakwah beliau, agar tidak bersedih hati dan tetap tegar dalam mengemban amanah suci membawa risalah tauhid yang menghiasi hari-harinya.
Betapa Allah menguatkan Rasulullah karena ulah kaumnya yang senantiasa mengganggu kehidupan dan dakwah beliau, agar tidak bersedih hati dan tetap tegar dalam mengemban amanah suci membawa risalah tauhid yang menghiasi hari-harinya.
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” QS: Yusuf ayat 108 juz 13.
Oleh karenanya Allah juga memerintahkan kepada Rasulullah untuk beribadah dalam keadaan apapun sampai datang kepadanya sebuah ajal.
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, (97). Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), (98). dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (99). QS: Al Hijr ayat 97-99 juz 14.”
Sabar itu tidak ada batasnya
Al-Qur’an sendiri membahasakan ” فاصبر على ما يقولون” artinya ” Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan” , kata “yaquluna” di sini dalam kaidah bahasa Arab menggunakan fi’il mudhari’ (Present Tense) yang menunjukkan perbuatan yang dilakukan pada masa ‘sekarang’ atau ‘akan datang’, Jadi Allah sendirilah yang memerintahkan untuk bersabar secara berkala bahkan terus-menerus tanpa putus.
Makanya di dalam Qur’an tidak difirmankan ” فاصبر على ماقالوا” artinya pun menjadi berbeda yaitu ” Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang (telah) mereka katakan”, kata qolu di sini menggunakan fi’il madhi (Past Tense) yang menunjukkan suatu perbuatan yang terjadi di masa lampau, kalaupun demikian ayatnya, secara tidak langsung sabar itu ada batasnya padahal tidaklah demikian adanya.
Sebagai contoh dari gaya bahasa di atas yang disertai perintah beribadah ada di surat Qaaf ayat 39-40 juz 26:
“فاصبر على ما يقولون وسبّح بحمد ربّك قبل طلوع الشّمس و قبل الغروب,,
ومن الّيل فسبّحه و أدبر السّجود “
” Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka (sekarang dan akan) katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). [39] Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang. [40].Contoh lainnya di surat Shaad ayat 17 juz 23:
اصبر على ما يقولون
“Bersabarlah atas segala apa yang mereka (sekarang dan akan) katakan…….”
Terbantahkan sudah ungkapan yang menyatakan kalau “sabar itu ada batasnya”. Kalaupun memang ada, pahalanya juga tentu terbatas, padahal tidak demikian Islam mengajarkan, balasan untuk orang bersabar itu sungguh luar biasa, tidak terhingga, tanpa batas, ibarat orang yang tertimpa uang lembaran yang jumlahnya sampai jutaan bahkan miliaran rupiah alias kedatangan rezki nomplok atau lebih dari apa yang saya ibaratkan.
……………. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. QS: An Nahl ayat 96 juz 14.
Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan. QS: As Sajdah ayat 17 juz 21.
……………Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. QS: Az Zumar ayat 10 juz 23.
Sejatinya seorang penyabar
Jika kita perhatikan isi kandungan Al-Qur’an secara utuh akan didapati hampir semua kata-kata iman selalu diiringi dengan amal shalih, sekiranya ……… ada satu ayat dalam Qur’an yaitu di surat Huud ayat 11 juz 12 yang mensejajarkan iman dengan sabar. (karena keagungannya)
“kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”.
Dimana ayat sebelumnya menerangkan keadaan orang-orang yang mendapat nikmat pasca bencana, kebanyakan mereka berbangga dan gembira, lupa kalau Allahlah yang menghilangkan bencana tersebut, berbeda dengan para penyabar yang menyikapinya dengan tenang dan meyakini segala ketetapan Allah yang ada di dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum dijadikannya suatu bencana dan nikmat.
karena yang demikian supaya tidak berduka cita terhadap apa yang luput dari kita, juga tidak terlalu gembira (melampaui batas hingga membuat sombong) terhadap apa yang diberikan kepada kita.
Hanya orang terpilih yang bisa menjadi penyabar karena kekhusyu’annya, sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 45 juz 1: ” Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.
Ditambahkan di ayat lainnya:
1. “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu [1], sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. QS: Al Baqarah ayat 153 juz 2.
2. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [155], (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”[2]. [156], Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. [157]. QS: Al Baqarah ayat 155-157 juz 2.
3. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. QS: Al Baqarah ayat 214 juz 2.
4. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu……….” QS: Ali ‘Imran ayat 200 juz 4.
5. Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. QS: Huud ayat 115 juz 12.
6 …………..Sesungguhnya barang siapa yang bertaqwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” QS: Yusuf ayat 90 juz 13
7 ………….Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (34), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka. (35) QS: Al Hajj ayat 34-35 juz 17.
8. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? [2], Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ” [3]. QS: Al ‘Ankabuut ayat 2-3 juz 20.
9. Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar ………………. QS: Ar Ruum ayat 60 juz 21
10. “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. QS: Fushshilat ayat 35 juz 24.
11. “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” QS: Muhammad ayat 31 juz 26.
12. “Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik”. QS: Al Ma’aarij ayat 5 juz 29.
Mengambil hikmah dari para nabi
Beberapa ayat di atas dirasa cukup untuk menggambarkan sedikit akan keagungan sabar, karena terlalu banyak pujian Allah terhadap para penyabar, kita tentu sering mendengar kisahnya para nabi Allah: Nabi Nuh, Hud, Soleh, Syu’aib, Ibrahim, Yusuf, Lut, Musa, Harun, Isa dan Muhammad, akan kesabaran mereka menghadapi kaumnya yang durhaka serta kesabaran para nabi lainnya.
Juga ada kisah tentang kesabaran nabi Ayyub yang menderita penyakit kulit beberapa waktu lamanya hingga beliau bermunajat kepada Allah yang doanya di abadikan dalam 2 ayat di 2 surat yang berbeda:
1. dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” QS: Al Anbiyaa’ ayat 83 juz 17.
2. Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan.” QS: Shaad ayat 41 juz 23.
Ditambah kisah nabi Zakaria yang begitu sabar menanti akan seorang anak dan belum pernah kecewa dalam berdoa sehingga di dibingkai indah oleh Allah menjadi sebuah rangkaian ayat yang agung di dalam surat Maryam ayat 3-7 juz 16:
“yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (3), Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (4) Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku [3] sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, (5), yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.”(6) Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia. (7).”
Dan sebaik-baik kisah dalam Qur’an di Surat Yusuf, betapa sabarnya nabi Ya’qub menanti 2 buah hatinya yaitu Yusuf yang terpisah sangat lama karena ulah saudara-saudara (dari pemuda tampan nan elok rupawan yang membuat kagum para wanita di zamannya serta membuat Istri Al-Aziz [4] dimabuk cinta karenanya) dan juga Bunyamin hingga membuat matanya memutih karena sedih sambil terus memohon kepada Allah akan kembalinya mereka berdua dan mengadukan kesedihananya hanya kepada sang pencipta.
“………………..Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya.” QS: Yusuf ayat 86 juz 13.
Allah menjawab doa nabi Ya’qub dengan mempertemukan buah hati dan menjadikannya bisa melihat kembali a setelah matanya memutih karena bersedih, ini semua berkat kesabaran tanpa henti yang diiringi ibadah kepada Allah. Subhanallah…….
Kisah abad modern dari Ulil Albab
Dikisahkan ada seorang hamba Allah bernama Ulil Albab (bukan nama sebenarnya) dia terlahir dari keluarga berkecukupan sebagai anak seorang Birokrat murni abdi negara, biasa dipanggil Ulil oleh teman-temannya, Ulil kecil yang lucu berwajah imut menggemaskan, hanya saja dia anak yang hiperaktif, melebihi batas wajar karena kenakalannya, dia sangat dikenal di lingkungan keluarga, saudara, dan masyarakat karena ulahnya yang membuat ibu lurah menjerit di saat berkunjung ke rumahnya kala itu.
Bayangkan saja seorang ibu-ibu diusili dengan pisau dapur oleh bocah cilik berumur 3 tahunan, belum lagi keusilannya melempari batu kecil jika ada tamu ke rumahnya, sambil mencubit kemudian berlari tanpa merasa bersalah, dunia terasa lega jika Ulil sedang bermain di luar rumah, begitu para tamu menceritakan karena takut akan sosok bocah nakal yang dibalas senyum penuh kemakluman dari orangtua si Ulil kecil kepada mereka.
Sedikit galak hingga kakaknya pun takut kepadanya, tidak bisa diam dan keusilan lainnya yang membuat menggelengkan kepala, yaa….dialah Ulil yang dikenal bangor (Nakal dalam bahasa Indonesia) sewaktu kecil oleh orang-orang terdekatnya, begitulah keluarga dan saudara Ulil menceritakan kisahnya.
Suatu ketika di saat Ulil bermain di luar jangkauan orang tuanya, tanpa disengaja dia terjatuh dari jendela yang menyebabkan kepalanya terbentur keras sehingga menjadikannya terasa nyeri, walaupun kala itu Ulil tidak merasakannya secara utuh mengingat usianya yang masih kanak-kanak.
Waktu semakin laju, Ulil kian tumbuh menjadi anak yang lebih bisa dimengerti, kini dia tidak lagi nakal, usil, hingga akhirnya duduk di bangku SD, Ulil mempunyai kegemaran baru yaitu gila bermain SEGA (game yang trend di zamannya), bermain sepeda, sepak bola, sepatu roda, menggambar, juga penyayang binatang dan kucing adalah hewan kesukaannya hingga sekarang, matematika pelajaran favoritnya dan mie instan adalah makanan kesukaannya.
Sewaktu duduk di bangku SD, Ulil sering diminta oleh tetangga datang ke rumahnya yang kebetulan anaknya adalah teman dekat dan satu kelas dengan Ulil, sekedar untuk membantu mengerjakan PR Matematika, dengan senang hati dia pun melakukannya, tak jarang Ulil membantu temannya yang bernama Maryam (bukan nama sebenarnya), anak perempuan berkaca mata, sangat lugu, pemalu, terlihat manja, dengan kulitnya yang putih dan sekarang antara keduanya terpisahkan oleh ruang, jarak dan dinding waktu, entah dimana keberadaan Maryam saat ini.
Ketika tsanawiyah pun Ulil masih gemar dengan matematikanya, terbukti dia berhasil mendapat nilai tertinggi pada bidang pelajaran favoritnya saat diadakan ujian dengan menggeser bintang-bintang kelas saat itu.
Ujian dari Allah kepada Ulil
Beranjak remaja Ulil sering merasakan keluhan khususnya di bagian kepala, memaksanya untuk segera memeriksakan ke dokter dan melakukan rontgen. Alhasil….keluhan yang dirasakan selama ini memang berawal dari bagian kepala, ada suatu penyempitan di bagian dalam, keluarga Ulil pun jadi teringat kisahnya waktu kecil yang pernah terjatuh.
Berbagai pengobatan pun dijalani oleh Ulil mulai dari cara tradisional sampai modern, hingga akhirnya dokter memberikan sedikit pernyataan yang spontan mengagetkan keluarganya, “bahwa anak hiperaktif ini mempunyai potensi gangguan jiwa karena penyempitannya”, dengan pernyataan tersebut tidak lantas keluarga Ulil menceritakan kepadanya, Ulil pun senantiasa disemangati untuk tetap bermimpi dalam menjalani hidupnya dengan penuh kesabaran.
Belajar dari sang Ibunda
Singkat cerita Ulil pun pergi menuntut ilmu ‘Allah’ di suatu tempat yang jauh dari rumahnya, sambil terus berdoa akan kesembuhan penyakitnya yang kian hari kian mengganggu kesehatannya, pendekatan secara spiritual dilakukan untuk lebih menenangkan pikiran setelah beberapa kali dengan pendekatan medis.
Di saat asiknya Ulil menuntut ilmu, tahun 2003 tiba-tiba ada kabar mengejutkan, datang dari Ua nya (kakak dari Ibunda Ulil) bahwa ibunda terserang kanker pada bagian payudara, rasa tak percaya, tertunduk lesu, terkejut seperti ada petir menyambar di siang hari, Ua pun menghibur Ulil agar tetap tabah dan selalu mendoakan Ibundanya agar lekas sembuh.
Akhirnya ibunda Ulil segera dibawa ke Rumah Sakit Kanker Dharmais di daerah Slipi-Jakarta Barat, operasipun dilakukan dengan membuang benjolan di bagian payudara untuk menangkal menjalarnya kanker ke bagian tubuh lainnya.
Pasca operasi, hari-hari ibunda Ulil dilewati dengan penuh kesabaran dan ketegaran, tidak nampak pada wajahnya kesedihan berlarut, rasa takut berlebih akan takdir yang menimpanya, benar-benar wanita hebat, begitulah kesan Ulil kepadanya, sampai pada akhirnya takdir mengantarkan Ulil untuk meneruskan studi ke Timur Tengah setelah lulus dari pesantren demi mengenal Islam lebih dalam sebagai sebuah ideology yang lurus.
Pesan ibunda yang terlihat tegar kepada Ulil sebelum melepasnya dengan senyum kebanggaan dan penuh pengharapan di bandara Soekarno-Hatta lebih menekankan kepada sabar dan sabar dalam segala sesuatunya, karena ibunda tahu kalau Ulil adalah tipe orang yang kurang sabar, berbeda dengan kakak dan adik perempuannya yang terlihat lebih penyabar.
Munajat seorang Ulil Albab
Berat langkah kaki Ulil untuk pergi meninggalkan tanah air dan keluarga, khususnya ibunda yang kesehatannya belum pulih total, pendek kata……tibalah Ulil di negeri yang di idamkan, negeri para nabi yang katanya gudang ilmu.
Hari-hari pertama Ulil di Luar negeri dihabiskan dengan banyak bermunajat untuk ibundanya, Ulil pun lebih realistis dalam berdoa, pintanya kepada Allah:
“Wahai Yang Maha Dekat”
Berikanlah kesembuhan kepada Ibunda jika hidup itu lebih baik untuknya, panjangkanlah umur serta amal solehnya, dan silakan engkau jemput ibunda jika meninggal itu baik untuknya, berikan husnul khatimah kepadanya dan mudahkanlah sakaratul maut baginya.”
Sesungguhnya hamba ridha akan ketetapanMu wahai Yang Maha Dekat.
Komunikasi terus terjalin hangat antara Ulil dan ibundanya, tak lupa sang ibunda memberi semangat dalam belajar, waktu pun terus bergulir hingga tibalah Ulil pada tahun ke-2 di perantauannya, hari demi hari Ulil terus mengikuti perkembangan kesehatan sang bunda yang kian hari kurang mengizinkan.
Kabar terakhir bahwa kanker yang sempat dibuang, ternyata semakin mengganas dan kembali menjalar pasca operasi hingga jatuh pada stadium lanjut yang menyebar sampai ke bagian tulang belakang, kepala, dan bagian lainnya hingga akhirnya Ibunda Ulil mengalami kelumpuhan serta harus dirawat secara intensif di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat dengan berbagai perawatan di antaranya dengan ” KEMOTERAPI” yang menggunakan bantuan teknologi sinar laser untuk mematikan sel kanker.
Pulanglah Ulil di pertengahan tahun 2006 ke tanah air dengan rute Timur Tengah-Bandara Seokarno Hatta – RSCM, sejak berada di atas pesawat yang terbayang bukanlah segala kenikmatan di rumah, melainkan bagaimana secepatnya bisa memeluk Ibunda tercinta (begitu yang ada di benak Ulil).
Sesampainya di bandara Ulil langsung diantar oleh keluarga menuju RSCM dan tibalah di sana, suasana haru pun terjadi, dipeluk erat-erat oleh Ulil sang ibunda dalam pembaringannya, Ibundapun segera membesarkan hati Ulil yang terlihat hancur lebur, tak kuasa Ulil menahan cucuran air mata hingga dia tak mampu mengangkat kepala, dan terus menundukkannya di pembaringan sang bunda , seperti biasa ibunda suka memanjakan Ulil dengan mengusap kepalanya sebagai tanda sayang agar tetap bisa bersabar dan tabah.
Hari-hari kepulangan Ulil ke tanah air dihabiskannya di RSCM menemani sang bunda, ngobrol santai, curhat, serta diskusi keagamaan, sang bunda juga sering meminta Ulil membacakan ayat-ayat Qur’an untuknya, itulah sekilas aktivitas Ulil selama di RSCM, selama itu pula dia banyak belajar akan arti kesabaran yang sesungguhnya.
Ibundanya juga lebih memilih pengobatan medis (Rasional) ketimbang pengobatan kepada orang yang katanya “pintar”, setelah beberapa kali mendapat saran dari kerabatnya karena melihat fenomena yang terjadi akan banyaknya penyakit kronis yang diobati dengan cara-cara yang sebenarnya kurang masuk akal (Irasional), inilah yang senantiasa membuat Ulil bangga dengan Ibundanya karena mempunyai akal sehat dan aqidah yang selamat.
Berbulan-bulan ibunda terbaring di Rumah sakit, tapi sedikit pun Ulil belum melihat bentuk keluhan dan penyesalan dari sang bunda, yang terlihat adalah tetap semangat dalam menjaga shalat wajib dan sunah dengan isyarat karena keterbatasannya, lantunan dzikir di saat rasa sakit datang, nasihat-nasihat emas, dan serangkaian senyuman dari sang Bunda terpancar darinya harapan untuk kembali hidup normal, dalam benak Ulil sempat terbesit “jika hamba yang terbaring seperti Ibunda, belum tentu hamba bisa bersabar sekalipun hamba belajar agama”.
Ibunda di mata Ulil
Berasal dari sebuah desa terpencil di kawasan pegunungan Jawa Barat, belum pernah merasakan pendidikan agama secara formal, walau hanya lulus SD di sebuah kampung yang jauh dari keramaian, dengan kecerdasan juga kerja kerasnya karena harus bekerja sebelum berangkat sekolah, ibunda Ulil pun berhasil masuk SMP dan SMA favorit kota dan selalu menjadi juara kelas di tengah keprihatinannya, begitu cerita keluarganya kepada Ulil tentang perjuangan ibunda dalam belajar hingga membuatnya kagum, walaupun ibundanya hanya tamatan SMA.
Hingga takdir menjadikannya istri seorang pejabat daerah yang setia mendampingi suami kemanapun ditugaskan dinas oleh Negara, tidak menjadikannya berubah apalagi sombong melainkan Ulil tetap melihat sosok ibundanya sebagai wanita desa yang rendah hati sekalipun sudah lama menetap di KOTA.
Sosok ibu rumah tangga yang sangat sopan, santun tutur katanya, sangat menjaga perasaan orang lain, suka dengan kebenaran, sederhana, tidak suka dengan kemewahan, lemah lembut, taat kepada Allah dan suami , suri tauladan bagi keluarga besarnya, sifat dermawan yang begitu melekat, juga pintar memasak.
Di waktu sehat Ibundanya sering membangunkan Ulil untuk shalat tahajud dan mengingatkannya untuk shalat berjamaah di masjid, Ulil juga mempunyai kebiasaan yaitu bersandar di pangkuan ibunda sambil mendengar lantunan ayat suci Al Qur’an yang dibaca ibundanya dan biasanya dilakukan setelah shalat subuh.
Terampil karena pandai memangkas rambut, tak heran Ulil pun adalah satu-satunya pelanggan tetap dan sifat lainnya adalah seorang penyabar yang luar biasa.
Pernah suatu ketika Ulil menghadiahkannya sebuah cenderamata berharga berupa perhiasan cantik nan indah khas Timur Tengah, dan akan lebih indah lagi jika dipakai oleh seorang ibu pada umumnya, namun apa yang terjadi, ternyata bukan itu yang diinginkan oleh ibundanya, perhiasan yang begitu indah itu dihadiahkan kembali oleh ibunda Ulil kepada saudara dekatnya di kampung halaman, Ulil pun sempat tak habis pikir hingga akhirnya dia sadar bahwa bukanlah perhiasan, kemewahan, uang melimpah, jabatan yang membuat sang bunda bahagia, melainkan melihat anak-anaknya lebih mengenal Allah dan Rasul-Nya.
Selama 3 bulan dirasa terlalu singkat untuk Ulil, melewati hari-hari indahnya bersama sang ibunda yang tetap tegar dan tabah, setelah sempat dibawa pulang dari RSCM dan menikmati hari-hari indah sang bunda bersama anggota keluarga lainnya di rumah.
Husnul Khatimah
Ulil sebenarnya tahu kalau kanker yang dialami ibunda sudah pada tahap stadium akhir dan dalam dunia kedokteran pada tahap ini kemungkinan kecil untuk hidup bagi yang merasakannya, hanya 10-20 % kemungkinan untuk hidup, itupun menunggu datangnya keajaiban dari langit.
Akhirnya Ibunda Ulil harus dilarikan ke rumah sakit untuk kesekian kalinya, Ulil dan keluarga terus mendampingi sambil berdoa akan hasil terbaik dari perjalanan sang ibunda, kanker yang semakin ganas itu sudah tidak bisa dibendung, Ulil pun dihampiri oleh ibu dokter dan dikuatkan hatinya agar sabar akan hasil akhir ini.
Ulil tetap setia mendampingi sang bunda yang nampak lemah dan bagian kakinya yang sudah mendingin dengan membimbingnya mengucap kalimat ” Laa Ilaaha Illa Allah” Ulil pun menjadi lebih tegar setelah banyak belajar dari sang Bunda, karena Kakak, adik perempuan, dan saudara-saudara yang hadir Nampak tidak bisa menahan tangis, hanya Ulil, serta Neneknya (Ibu kandung Ibunda), dan beberapa Saudara lain yang terlihat tegar mendampingi sang bunda.
Dengan lancarnya sang bunda mengucap kalimat tauhid yang dibimbing oleh Ulil selama berjam-jam, hingga akhirnya sang bunda menghembuskan nafas terakhir di usianya yang masih kepala 4, meninggal tepat di depan Ulil mengisyaratkan perpisahan sementara antara keduanya yang saling mencintai karena Allah, Ibundanya menutup mata dengan penuh ketenangan seperti tidak adanya beban, sesekali terlihat sakit di saat sakaratul maut menghampiri, sebelum Ibunda Ulil meninggal ada sebuah keajaiban dimana seluruh keluarga besar Ibundanya termasuk yang datang dari jauh di luar kota dimudahkan oleh Allah untuk menemuinya. Subhanallah….
Ibunda Ulil meninggal pada bulan penuh berkah tepatnya pada hari kamis tanggal 5 Ramadhan 1427 H , pukul 15.45 WIB setelah Ashar di rumah sakit lokal di Kawasan Jabodetabek, Ulil dan keluarga besarnya begitu kagum dengan Ibunda, dimana mereka menyaksikan langsung begitu tenangnya Ibunda saat berpisah, seperti ada sebuah kedamaian padanya, lancar mengucap kalimat tauhid hingga akhir.
Bahkan tak jarang Ulil dan keluarga besarnya melihat Ibunda tersenyum-senyum di tengah sakitnya sebelum ajal menjemput, seperti melihat sosok ramah yang datang menghampiri ibunda, entah fenomena apa itu, sampai sekarang Ulil pun masih belum mengerti akan kejadian ini.
Ulil sangat bersyukur dengan kepulangannya ke tanah air yang merupakan wujud bakti kepada orangtua khususnya sang Ibunda dengan izin Allah, mulai dari menemani hari-hari terakhir sang bunda selama berbulan-bulan di Rumah sakit, membimbing mengucap kalimat tauhid, mengurusi jenazahnya, dan sampai akhirnya Ulil ditunjuk oleh pemuka agama/tokoh masyarakat untuk menjadi Imam shalat jenazah bagi Ibunda tercintanya di usia yang masih muda yaitu 20 tahun.
Mimpi indah yang tak terlupakan
Ulil pun kembali ke Timur tengah untuk meneruskan studinya, dengan membawa sejuta harapan yang diwariskan sang bunda khususnya ilmu ‘SABAR’, langit masih terlihat cerah, secerah Ulil memandang masa depan yang masih panjang dengan terus mencari kebenaran (BUKAN PEMBENARAN).
Setelah beberapa bulan di sana, Ulil pernah bermimpi mendapati sang Ibundanya tengah berada di sebuah kolam luas sejauh mata memandang yang begitu indah lagi bersih dengan pasir yang sangat halus, sedang mencari ikan di dalamnya, entah dimana tempat itu, semasa hidupnya Ulil pun belum pernah melihat dan terbayang akan tempat menakjubkan yang dilihat di alam mimpinya, Ulil pun terbangun dari mimpi indahnya dan berharap akan kebaikan pada mimpinya sambil mendoakan Almarhumah ibundanya. Subhanallah……….
Sampai saat ini Ulil tetap tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya hamba Allah, pernyataan mengejutkan dahulu kala dari dokter akan penyempitan di bagian kepalanya, terbantahkan sudah dengan terapi Al Qur’an yang diterapkan Ulil sejak lama dan juga beberapa pengobatan medis, walau terkadang rasa sedikit sakit masih suka datang dan belum hilang secara utuh.
Ulil pun teringat akan ujian berat sang ibunda yang membuatnya malu untuk mengeluh, karena tidaklah sebanding dengan ujian yang dihadapi Ulil, sambil terus bersabar dan memohon kesembuhan kepada yang maha dekat.
Benarlah Al-Qur’an bukan hanya sebagai penenang jiwa tetapi juga sebagai obat sekaligus peringan untuk Ulil khususnya penyakit hati, paling tidak dengannya dia bisa membedakan mana yang hak dan yang batil, Ulil pun sadar betul kalau ”Sabar itu lebih manis daripada madu” , dia juga sangat berpegang teguh pada sebuah hadits, dimana Rasulullah pernah bersabda,:
”Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.”[5]
Catatan Tambahan sebagai penutup
Belajar dari kisah terkini Ulil Albab yang merupakan contoh kecil dari 1001 kisah sabar lainnya dan cerita para nabi ribuan tahun lalu, memberikan sedikit pelajaran berharga akan esensi dari keagungan sabar, betapa kesabaran yang baik seyogianya diiringi dengan ritual ibadah sebagaimana diisyaratkan Qur’an.
Bersabar saja tidak cukup, berapa banyak orang-orang non Islam yang juga sabar terhadap apa yang menimpanya, hanya saja kesabaran mereka tidak dilandasi dengan keimanan kepada Allah yang di sertai dengan ibadah seperti: shalat, puasa, berbagi dengan sesama, membaca Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar, atau minimalnya menahan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah, kalaupun melanggar rambu-rambu ilahi segera melapor kepada yang berwenang alias bertaubat.
Karena bukanlah manusia namanya jika tak pernah terpeleset bahkan terjatuh, saya ibaratkan sebuah kaca berlapis yang juga bisa pecah dan hancur berkeping-keping tak bersisa, juga hujan yang turun teramat deras di daratan Afrika yang katanya tandus dan kering kerontang. (Studi Normatif)
Dan yang terpenting segala sesuatunya harus diniatkan semata-mata untuk Allah, karena itulah sarat diterima amal ibadahnya seorang hamba setelah mengikuti petunjuk Rasulullah dalam hal apapun. Wallahu a’lam…………..
Sekarang… pertanyaan dari saya adalah:
1. Tahukah Anda siapa Ulil Albab?
2. Lalu seperti apa kepribadian detailnya?
3. Apa yang membedakannya dengan hamba Allah lain?
4. Dan siapakah yang berhak menjadi Ulil Albab dengan nama sebenarnya?
“Jawabannya ada di Surat Ar Ra’d ayat 19-24 juz 13″
“jangan lupa yah… baca teks Arabnya juga, baca juga ayat sebelum dan sesudahnya secara perlahan untuk pemahaman lebih sambil membuka tafsiran para ulama terkemuka di rumah masing-masing, selamat mengkaji……… Insya Allah Bermanfaat).
———
Catatan Kaki:
[1]. Ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
[2]. Artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.
[3]. Yang dimaksud oleh Zakaria dengan mawali ialah orang-orang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusannya sepeninggalnya. Yang dikhawatirkan Zakaria ialah kalau mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik, karena tidak seorang pun di antara mereka yang dapat dipercayainva, oleh sebab itu dia meminta dianugerahi seorang anak.
[4]. Yaitu istri dari seorang pembesar Mesir Al-Aziz (biasa dikenal dengan nama Qitfir), dalam sebagian kitab tafsir disebutkan nama istrinya adalah Rail dan ada juga yang menyebutnya Zulaikha atau Zalikha, namun riwayat yang menyebutkan nama-nama tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga dipertanyakan akan keaslian namanya, maka sangat wajar jika Qur’an hanya menyebutnya dengan IMROATU AL-AZIZ (Istri Al-Aziz). Wallahu a’lam…
[5]. HR. Bukhari no. 5642, Muslim no. 2573
Guntara Nugraha Adiana Poetra, Lc.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16231/keagungan-sabar-kisah-ulil-albab/#ixzz1kX2nyvR1
No comments:
Post a Comment